A.
MENGIDENTIFIKASI
NILAI-NILAI KEHIDUPAN DALAM CERITA PENDEK (NONFIKSI) YANG DIBACA
Setelah
mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu:
1.
memahami informasi tentang nilai-nilai
kehidupan dalam cerita pendek;
2.
menemukan nilai-nilai kehidupan dalam cerita pendek.
Pernahkah kamu mendengar atau membaca
cerita? Cerita yang didengar atau dibaca bisa beragam. Ada cerita tentang
pengalaman orang lain ataupun dari diri sendiri. Pada bab ini, kita akan membahas
tentang cerita pendek.
Tahukah kamu bahwa dalam cerita pendek terdapat nilai-nilai
tentang
kehidupan?
Untuk membekali kemampuanmu, pada bab ini kamu akan
belajar:
1.
mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan dalam
cerita pendek;
2.
mendemonstrasikan salah satu nilai kehidupan
yang dipelajari dalam cerita pendek;
3.
menganalisis unsur-unsur pembangun cerita
pendek; dan
4.
mengonstruksi sebuah cerita pendek dengan
memperhatikan unsur-unsur pembangun.
Kegiatan 1
Memahami
Informasi tentang Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerita Pendek
Bacalah cerita
pendek di bawah ini dengan baik!
Robohnya
Surau Kami oleh A.A. Navis Alangkah
tercengangnya Haji Saleh, karena di neraka itu banyak temannya di dunia
terpanggang panas, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti lagi dengan
keadaan dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan, ada salah seorang
yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar Syeh pula. Lalu Haji
Saleh mendekati mereka, lalu bertanya kenapa mereka di neraka semuanya.
Tetapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun tak mengerti juga. “Bagaimana Tuhan kita
ini?” kata Haji Saleh kemudian. “Bukankah kita disuruh-Nya taat beribadah,
teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini
kita dimasukkan ke neraka.” “Ya. Kami juga berpendapat
demikian. Tengoklah itu, orang-orang senegeri kita semua, dan tak kurang ketaatannya
beribadat.” “Ini sungguh tidak
adil.” “Memang tidak adil,”
kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh. “Kalau begitu, kita
harus minta kesaksian kesalahan kita. Kita harus mengingatkan Tuhan,
kalau-kalau ia silap memasukkan kita ke neraka ini.” “Benar. Benar.
Benar,” sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh. “Kalau Tuhan tak mau
mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?” suatu suara melengking di dalam kelompok orang
banyak itu. “Kita protes. Kita
resolusikan,” kata Haji Saleh. “Apa kita revolusikan
juga?” tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin gerakan
revolusioner. “Itu tergantung pada
keadaan,” kata Haji Saleh. “Yang penting sekarang, mari kita berdemonstrasi
menghadap Tuhan.” “Cocok sekali. Di
dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,” sebuah suara
menyela. “Setuju! Setuju!
Setuju!” mereka bersorak beramai-ramai. Lalu, mereka berangkatlah bersama-sama
menghadap Tuhan. Dan Tuhan bertanya, “ Kalian mau apa?” Haji Saleh yang
menjadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang
menggeletar dan berirama indah, ia memulai pidatonya. “O, Tuhan kami yang
Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat
beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu
menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan
lain-lainnya. Kitab-Mu kami hafal di luar kepala kami. Tak sesat sedikit pun
membacanya. Akan tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa, setelah kami Engkau panggil kemari,
Engkau masukkan kami ke neraka. Maka sebelum terjadi hal-hal yang tidak
diingini, maka di sini, atas nama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami
menuntut agar hukuman yang Kau jatuhkan kepada kami ditinjau kembali dan
memasukkan kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam kitab-Mu.” “Kalian di dunia
tinggal di mana?” tanya Tuhan. “Kami ini adalah
umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.” “O, di negeri yang
tanahnya subur itu?” “Ya. Benarlah itu,
Tuhanku.” “Tanahnya yang
mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang lainnya,
bukan?” “Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami,” mereka mulai menjawab
serentak. Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan
yakinlah mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada
mereka itu. “Di negeri, di mana
tanahnya begitu subur, hingga tanaman tumbuh tanpa ditanam?” “Benar. Benar. Benar.
Itulah negeri kami.” “Di negeri, di mana
penduduknya sendiri melarat itu?” “Ya. Ya. Ya. Itulah
dia negeri kami.” “Negeri yang lama
diperbudak orang lain itu?” “Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah penjajah
itu, Tuhanku.” “Dan hasil tanahmu,
mereka yang mengeruknya dan diangkutnya ke negerinya, bukan?” “Benar Tuhanku,
hingga kami tidak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.” “Di negeri yang
selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang hasil
tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?” “Benar, Tuhanku. Tapi
bagi kami soal harta benda itu, kami tak mau tahu. Yang penting bagi kami
ialah menyembah dan memuji Engkau.” “Engkau rela tetap
melarat, bukan?” “Benar. Kami rela
sekali, Tuhanku.” “Karena kerelaanmu
itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?” “Sungguhpun anak cucu
kami melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu mereka hafal di luar
kepala belaka.” “Tapi seperti kamu
juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke hatinya, bukan?” “Ada, Tuhanku.” “Kalau ada, mengapa
biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua? Sedang harta bendamu
kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih
suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri
engkau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena
beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku
menyuruh engkau semuanya beramal di samping beribadat. Bagaimana engkau bisa
beramal kalau engkau miskin? Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah
saja, hingga kerjamu lain tidak memuji-muji dan menyembah-Ku saja. Tidak. Kamu
semua mesti masuk neraka! Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke
neraka. Letakkan di keraknya.” Semuanya jadi pucat
pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang
diridai Allah di dunia. Tetapi Haji Saleh ingin juga kepastian, apakah yang
dikerjakannya di dunia ini salah atau benar. Tetapi ia tak berani
bertanya kepada Tuhan, ia bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka
itu. “Salahkah menurut
pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia?” tanya Haji Saleh. “Tidak. Kesalahan
engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk
neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan
kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, hingga mereka itu
kucar-kacir selamanya.. Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis.
Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan
mereka sedikit pun.” Demikian cerita Ajo
Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. Dan besoknya,
ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi
menjenguk. “Siapa yang
meninggal?” tanyaku kaget. “Kakek.” “Kakek?” “Ya. Tadi subuh Kakek
kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang ngeri sekali. Ia menggorok
lehernya dengan pisau cukur.” “Astaga. Ajo Sidi
punya gara-gara,” kataku seraya melangkah secepatnya meninggalkan istriku
yang tercengang-cengang. Aku mencari Ajo Sidi
ke rumahnya. Tetapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia. “Ia sudah pergi,”
jawab istri Ajo Sidi. “Tidak ia tahu Kakek meninggal?” “Sudah. Dan ia
meninggalkan pesan agar dibelikan kafan buat Kakek tujuh lapis.” “Dan sekarang,”
tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo
Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab,” dan sekarang ke mana dia?” “Kerja.” “Kerja?” tanyaku
mengulangi hampa. “Ya. Dia pergi
kerja.”*** |
Cerita yang telah kamu baca itu
dinamakan cerita pendek. Sesuai dengan namanya, cerita pendek (cerpen) adalah
cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya
suatu cerita memang relatif. Namun, pada umumnya cerita pendek merupakan cerita
yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar
500 – 5.000 kata. Olek karena itu, cerita pendek sering diungkapkan dengan
“cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk”.
Untuk memahami isi suatu cerpen, termasuk
nilai-nilai yang ada di dalamnya, kita sebaiknya mengawalinya dengan sejumlah
pertanyaan. Dengan demikian, pemahaman kita terhadap cerpen itu akan lebih
terfokus dan lebih mendalam. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dikelompokkan yakni
mulai dari pemahaman literal, interpretatif, intergratif, kritis, dan kreatif.
Untuk itu, kita pun dapat mengujinya dengan sejumlah pertanyaan seperti
berikut.
1.
Pertanyaan literal
a.
Di mana dan kapan cerita itu terjadi?
b.
Siapa saja tokoh cerita itu?
2.
Pertanyaan interpretatif?
a.
Apa maksud tersembunyi di balik pernyataan
tokoh A?
b.
Bagaimana makna lugas dari perkataan tokoh B?
3.
Pertanyaan integratif
a.
Bercerita tentang apakah cerpen di atas?
b.
Apa pesan moral yang hendak disampaikan
pengarang dari cerpennya itu?
4.
Pertanyaan kritis
a.
Ditinjau dari sudut pandang agama, bolehlah
tokoh C berbohong pada tokoh A?
b.
Apa kelebihan dan kelemahan cerpen itu
berdasarkan aspek kebahasaan yang digunakannya?
5.
Pertanyaan kreatif
a.
Bagaimana sikapmu apabila berposisi sebagai
tokoh A dalam cerpen itu?
b.
Bagaimana kira-kira kelanjutan cerpen itu
seandainya tokoh utamanya tidak dimatikan pengarang?
Tugas
1.
Setelah membaca cerita di atas, kamu sudah
memiliki pemahaman yang jelas tentang pengertian dan karakteristik cerita
pendek. Sekarang, buktikanlah pemahamanmu itu dengan menunjukkan sekurang-kurangnya
lima contoh cerita lainnya yang berkategori cerpen.
Sajikanlah hasilnya dalam rubrik berikut!
Judul Cerpen |
Pengarang |
Sumber |
Inti Cerita |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
a.
Di mana dan kapan peristiwa dalam cerita itu
terjadi?
b.
Kata-kata “robohnya surau kami” itu maksudnya
apa?
c.
Pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui
cerpennya itu apa saja?
d.
Setujukah kamu dengan isi cerita itu dan adakah
hal-hal yang bertentangan dengan kayakinanmu sendiri?
e.
Bagaimana hubungan kamu sendiri selama ini
dengan Tuhan? Ceritakanlah!
Kegiatan 2
Menemukan
Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerita Pendek
Dengan mengajukan beragam pertanyaan
tentang isi suatu teks, misalnya cerpen, kita akan sampai pada penemuan nilai
dari teks itu. Adapun yang dimaksud dengan nilai dalam hal ini adalah sesuatu
yang penting, berguna, atau bermanfaat bagi manusia. Pertanyaan kritis tentang kelebihan
dan kelemahan cerpen itu, misalnya, akan sampailah pada jawaban tentang bermanfaat
atau tidaknya bagi pembaca.
Perhatikan penggalan cerpen berikut.
Pak, pohon pepaya di
pekaranganku telah dirobohkan dengan tak semena-mena, tidaklah sepatutnya hal itu kulaporkan? Itu
benar, tapi jangan melebih-lebihkan. Ingat, yang harus diutamakan ialah
kerukunan kampung. Soal kecil yang dibesar-besarkan bisa mengakibatkan kericuhan
dalam kampung. Setiap soal mesti diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tidak
boleh main seruduk. Masih ingatkah kau pada peristiwa Dullah dan Bidin tempo
hari? Hanya karena soal dua kilo beras, seorang kehilangan nyawa dan yang
lain meringkuk di penjara. (Cerpen “Gerhana”, Muhammad Ali) |
Penggalan cerpen tersebut mengungkapkan
perlunya menjaga diri, yakni untuk tidak melebih-lebihkan persoalan sepele
karena hal tersebut bisa berakibat fatal. Dalam unsur-unsur intrinsik karya
sastra, pernyataan tersebut dinamakan dengan amanat. Pernyataan seperti itulah
yang dianggap bernilai atau sesuatu yang berguna, sebagai “obor” atau petunjuk jalan
bagi seseorang dalam berperilaku. Oleh karena itu, berkaitan dengan baik-buruknya
perilaku dalam bermasyarakat, hal itulah yang dinamakan dengan nilai moral.
Nilai dari sebuah cerpen tidak hanya
berkaitan dengan keindahan bahasa dan kompleksitas jalinan cerita. Nilai atau
sesuatu yang berharga dalam cerpen juga berupa pesan atau amanat. Wujudnya
seperti yang dikemukakan di atas: ada yang berkenaan dengan masalah budaya,
moral, agama, atau politik. Realitas pesan-pesan itu mungkin berupa pentingnya menghargai
tetangga, perlunya kesetiaan pada kekasih, ketawakalan kepada Tuhan, dan
sebagainya. Hanya kadang-kadang kita tidak mudah untuk merasakan kehadiran
pesan-pesan itu. Karya-karya semacam itu perlu kita hayati benar-benar.
Untuk menemukan keberadaan suatu nilai
dalam cerpen, kamu dapat mengajukan sejumlah pertanyaan, misalnya, sebagai
berikut.
1.
Mengapa tokoh A mengatakan hal itu
berkali-kali?
2.
Mengapa latar cerita itu di sekolah dan pada
sore hari?
3.
Mengapa pengarang membuat jalan cerita seperti
itu?
4.
Mengapa seorang tokoh dimatikan sementara yang
lain tidak?
Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan membawamu pada simpulan tentang nilai
tertentu yang disajikan pengarang.
Tugas
1.
Lakukan hal-hal berikut ini sesuai dengan
instruksinya!
a.
Bacalah kembali cerpen “Robohnya Surau Kami”!
b.
Tunjukkanlah nilai-nilai kehidupan yang terdapat
dalam cerpen itu!
c.
Mungkinkah nilai-nilai tersebut kamu
aktualisasikan pula dalam kehidupan sehari-hari?
d.
Laporkanlah hasilnya dalam format berikut!
Laporan Judul cerpen : .... Pengarang : .... Sinopsis : .... .... Nilai-nilai .... Kemungkinan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari .... |
2.
Amatilah nilai-nilai yang berlaku di dalam
kehidupan masyarakatmu!
a.
Nilai-nilai apa saja yang berkembang di
dalamnya? Sajikanlah sebuah cerita yang menjelaskan aplikasi salah satu dari
nilai-nilai itu!
b.
Adakah nilai yang kamu anggap bertentangan
dengan nurani? Jelaskanlah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar