Minggu, 14 November 2021

HIKAYAT

 Oleh : Dina Marliyana, S.Pd.

Guru Bahasa Indonesia SMK PGRI Jatiwangi

Download Materi Disini

Pengertian Hikayat

Pernah mendengar hikayat? Mungkin sekilas istilah hikayat ini terdengar tidak asing lagi. Secara harfiah hikayat memiliki arti yang sama dengan kenang-kenangan. Yang memiliki maksud sebuah karya yang menjadi kenangan atau sebagai riwayat dari buah pemikiran sang pujangga kepada orang lain.

Sedangkan dalam bahasa Arab hikayat berasal dari hikayah yang memiliki arti kisah, dongeng atau cerita. Hikayat ini adalah dongeng yang umumnya diceritakan dalam bahasa Melayu. Tema yang diangkat ke dalam karya sastra hikayat ini pada umumnya mengisahkan tentang kepahlawanan atau kehebatan seseorang dengan keajaiban dan mukjizatnya.

Latar dalam kisah-kisah yang dituliskan ke dalam hikayat  kebanyakan adalah latar zaman dahulu seperti kisah kerajaan. Sehingga hikayat juga disebut sebagai prosa lama yang banyak ditemukan dalam bahasa Melayu dan sudah jarang ditemukan lagi saat ini.

Prosa lama ini selayaknya dongeng-dongeng yang berisi tentang keajaiban dan mukjizat seseorang. Melihat dari penuturannya yang hanya berdasarkan imajinasi sang penulis dalam dunia rekaannya, maka hikayat ini dikategorikan cerita fiksi yang kisahnya hanya sebatas khayalan saja. Sehingga kemunculannya hanya sebagai penghibur saja.

Layaknya cerita fiksi lain, secara intrinsik hikayat juga memiliki unsur-unsur yang sama. Dalam satu kisah hikayat memiliki unsur-unsur berupa alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar serta amanat. Hikayat yang paling banyak ditemukan dalam bahasa Melayu, tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat beberapa hikayat yang dituliskan dalam bahasa lain.

Karakteristik hikayat:

1.        Kemustahilan adalah kemustahilan baik segi teks atapun cerita. Kemustahilan diartikan tidak logisan atau tidak bisa ditalar.

2.      kesaktian

3.      anonim adalah tidak diketahui secara jelas siapa pengarang.

4.      Istana sentris adalah berlatar kerajaan dibuktikan dengan adanya raja dan anak raja.

 

 Download Materi Disini

Ciri-Ciri Hikayat

Adapun beberapa ciri-ciri hikayat seperti dibawah ini :

1. Menggunakan Bahasa Melayu Klasik

Selayaknya prosa dan tulisan lama lainnya yang secara latar menggambarkan kisah-kisah pada zaman dahulu. Penggunaan bahasa dan pemilihan diksi dalam karya sastra hikayat ini pun menggunakan bahasa klasik.

Hikayat yang paling sering ditemukan  yaitu dalam bahasa Melayu. Maka bahasa Melayu yang digunakan dalam hikayat pun termasuk bahasa Melayu klasik yang saat ini sudah jarang digunakan. Sehingga hikayat akan tampak unik dan semakin memiliki nilai seni yang tinggi.

2. Tema Kerajaan

Alur dan latar belakang yang diambil untuk kisah-kisah dalam hikayat paling sering bertemakan kerajaan.  Dengan gaya bahasa klasik yang menambah nuansa ‘lawas’ yang tetap menarik dan memiliki nilai etnik yang berbeda.

3. Statis

Hikayat menjadi salah satu karya sastra yang statis atau tetap. Selama penulisan dan penggambaran kisah-kisah di dalam hikayat tidak memiliki banyak perubahan yang berbeda dengan hikayat lain, atau hikayat dari negara lain. Kisah yang diangkat, unsur intrinsik dan segala hal dalam hikayat memiliki kemiripan satu sama lain.

4. Tradisional

Karya sastra hikayat yang pemilihan temanya tidak pernah jauh dari kisah kerajaan pun tak lepas dari segala unsur-unsurnya. Setiap isi di dalam hikayat selalu mengusung tradisi dan budaya masyarakat pada masanya.

Semua tradisi tergambarkan dengan baik dalam kisah-kisah yang diangkat menjadi hikayat. Selain itu hikayat juga sarat akan makna dan amanat yang dapat dicontoh. Kebanyakan konflik di dalam hikayat menggambarkan kebaikan menang melawan keburukan.

5. Bersifat Edukasi

Meskipun kehadirannya hanya berasal dari khayalan sang pujangga, tidak menutup kemungkinan dalam hikayat memiliki amanat baik yang dapat dijadikan pembelajaran oleh para pembacanya. Hikayat yang sejatinya tidak diketahui pengarangnya ini memiliki banyak unsur-unsur yang mendidik kita agar melakukan kebajikan, tenggang rasa terhadap sesama, saling menghargai, mencintai sesama manusia dan masih banyak lagi nilai-nilai kehidupan yang terkandung didalamnya.

Silakan baca hikayat dibawah ini!

Contoh Hikayat dan Strukturnya

1. Hikayat Abu Nawas = Botol Ajaib



Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana.
Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. “Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin.” kata Baginda Raja memulai pembicaraan.

“Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil.” tanya Abu Nawas.
“Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya.” kata Baginda.

Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin. Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak. Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.

Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.

Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.

“Bukankah jin itu tidak terlihat?” Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.

Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas. “Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?”

“Sudah Paduka yang mulia.” jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu.

Baginda menimang-nimang botol itu. “Mana angin itu, hai Abu Nawas?” tanya Baginda.
“Di dalam, Tuanku yang mulia.” jawab Abu Nawas penuh takzim.
“Aku tak melihat apa-apa.” kata Baginda Raja.

“Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu.” kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyengat hidung.

“Bau apa ini, hai Abu Nawas?!” tanya Baginda marah.
“Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol.” kata Abu Nawas ketakutan.

Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat.

 Download Materi Disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar