Oleh : Dina Marliyana, S.Pd.
Guru Bahasa Indonesia SMK PGRI Jatiwangi
Download Materi Disini
Pengertian
Hikayat
Pernah mendengar hikayat? Mungkin
sekilas istilah hikayat ini terdengar tidak asing lagi. Secara harfiah hikayat
memiliki arti yang sama dengan kenang-kenangan. Yang memiliki maksud sebuah
karya yang menjadi kenangan atau sebagai riwayat dari buah pemikiran sang
pujangga kepada orang lain.
Sedangkan dalam bahasa Arab hikayat
berasal dari hikayah yang memiliki arti kisah, dongeng atau cerita. Hikayat ini
adalah dongeng yang umumnya diceritakan dalam bahasa Melayu. Tema yang diangkat
ke dalam karya sastra hikayat ini pada umumnya mengisahkan tentang kepahlawanan
atau kehebatan seseorang dengan keajaiban dan mukjizatnya.
Latar dalam kisah-kisah yang dituliskan
ke dalam hikayat kebanyakan adalah latar zaman dahulu seperti kisah
kerajaan. Sehingga hikayat juga disebut sebagai prosa lama yang banyak
ditemukan dalam bahasa Melayu dan sudah jarang ditemukan lagi saat ini.
Prosa lama ini selayaknya
dongeng-dongeng yang berisi tentang keajaiban dan mukjizat seseorang. Melihat
dari penuturannya yang hanya berdasarkan imajinasi sang penulis dalam dunia
rekaannya, maka hikayat ini dikategorikan cerita fiksi yang kisahnya hanya
sebatas khayalan saja. Sehingga kemunculannya hanya sebagai penghibur saja.
Layaknya cerita fiksi lain, secara
intrinsik hikayat juga memiliki unsur-unsur yang sama. Dalam satu kisah hikayat
memiliki unsur-unsur berupa alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar serta
amanat. Hikayat yang paling banyak ditemukan dalam bahasa Melayu, tidak menutup
kemungkinan bahwa terdapat beberapa hikayat yang dituliskan dalam bahasa lain.
Karakteristik hikayat:
1.
Kemustahilan adalah kemustahilan baik
segi teks atapun cerita. Kemustahilan diartikan tidak logisan atau tidak bisa
ditalar.
2. kesaktian
3. anonim
adalah tidak diketahui secara jelas siapa pengarang.
4. Istana
sentris adalah berlatar kerajaan dibuktikan dengan adanya raja dan anak raja.
Download Materi Disini
Ciri-Ciri
Hikayat
Adapun beberapa ciri-ciri hikayat
seperti dibawah ini :
1.
Menggunakan Bahasa Melayu Klasik
Selayaknya prosa dan tulisan lama lainnya
yang secara latar menggambarkan kisah-kisah pada zaman dahulu. Penggunaan
bahasa dan pemilihan diksi dalam karya sastra hikayat ini pun menggunakan
bahasa klasik.
Hikayat yang paling sering
ditemukan yaitu dalam bahasa Melayu. Maka bahasa Melayu yang digunakan
dalam hikayat pun termasuk bahasa Melayu klasik yang saat ini sudah jarang
digunakan. Sehingga hikayat akan tampak unik dan semakin memiliki nilai seni
yang tinggi.
2.
Tema Kerajaan
Alur dan latar belakang yang diambil
untuk kisah-kisah dalam hikayat paling sering bertemakan kerajaan. Dengan
gaya bahasa klasik yang menambah nuansa ‘lawas’ yang tetap menarik dan memiliki
nilai etnik yang berbeda.
3.
Statis
Hikayat menjadi salah satu karya sastra
yang statis atau tetap. Selama penulisan dan penggambaran kisah-kisah di dalam
hikayat tidak memiliki banyak perubahan yang berbeda dengan hikayat lain, atau
hikayat dari negara lain. Kisah yang diangkat, unsur intrinsik dan segala hal
dalam hikayat memiliki kemiripan satu sama lain.
4.
Tradisional
Karya sastra hikayat yang pemilihan temanya tidak pernah jauh
dari kisah kerajaan pun tak lepas dari segala unsur-unsurnya. Setiap isi di
dalam hikayat selalu mengusung tradisi dan budaya masyarakat pada masanya.
Semua tradisi tergambarkan dengan baik dalam kisah-kisah yang
diangkat menjadi hikayat. Selain itu hikayat juga sarat akan makna dan amanat
yang dapat dicontoh. Kebanyakan konflik di dalam hikayat menggambarkan kebaikan
menang melawan keburukan.
5.
Bersifat Edukasi
Meskipun kehadirannya hanya berasal dari khayalan sang pujangga,
tidak menutup kemungkinan dalam hikayat memiliki amanat baik yang dapat
dijadikan pembelajaran oleh para pembacanya. Hikayat yang sejatinya tidak
diketahui pengarangnya ini memiliki banyak unsur-unsur yang mendidik kita agar
melakukan kebajikan, tenggang rasa terhadap sesama, saling menghargai,
mencintai sesama manusia dan masih banyak lagi nilai-nilai kehidupan yang
terkandung didalamnya.
Silakan baca hikayat dibawah
ini!
Contoh Hikayat dan Strukturnya
1.
Hikayat Abu Nawas = Botol Ajaib
Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada
kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan
berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga
dipanggil ke istana.
Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah
senyuman. “Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib
pribadiku, aku kena serangan angin.” kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
“Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba
lakukan hingga hamba dipanggil.” tanya Abu Nawas.
“Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya.” kata
Baginda.
Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah
kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan bagaimana cara menangkap
angin nanti tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang
ditangkap itu memang benar-benar angin. Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada
benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak
berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak. Baginda hanya
memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa
pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena
berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu
kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari
kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa
menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang
miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah
dari Baginda Raja atas kecerdikannya.
Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas
belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya.
Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu
Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya
sekejap.
Mungkin sudah takdir; kayaknya kali
ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah
Baginda. la berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada
takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.
“Bukankah jin itu tidak terlihat?”
Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la berjingkrak girang dan segera
berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala
sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung
dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu
kehadirannya.
Dengan tidak sabar Baginda langsung
bertanya kepada Abu Nawas. “Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai
Abu Nawas?”
“Sudah Paduka yang mulia.” jawab
Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botol yang sudah
disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu.
Baginda menimang-nimang botol itu.
“Mana angin itu, hai Abu Nawas?” tanya Baginda.
“Di dalam, Tuanku yang mulia.” jawab Abu Nawas penuh takzim.
“Aku tak melihat apa-apa.” kata Baginda Raja.
“Ampun Tuanku, memang angin tak
bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka
terlebih dahulu.” kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka
Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyengat hidung.
“Bau apa ini, hai Abu Nawas?!”
tanya Baginda marah.
“Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam
botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba
memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol.” kata Abu Nawas ketakutan.
Tetapi Baginda tidak jadi marah
karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. Dan untuk kesekian kali Abu
Nawas selamat.
Download Materi Disini